Bagaimana penantian paling keji ketika janji tak terpenuhi
Bagaimana bulan tak lagi indah ketika hitam menghampiri
Bagaimana mentari tak lagi hangat ketika badai menerjang
Tatkala jiwa menjadi begitu rapuh saat kekasih tak kunjung datang
Hati yang haus akan kasih dahulu
Hingga senyum bukan lagi bahagia, hingga tawa bukanlah suka
Hingga air mata itu mengering dan menghempaskannya dalam derita tanpa akhir
Tantang bagaimana sesal dan maaf tak lagi berarti
Tentang bagaimana sang merah merangkul jiwa yang suci
Menghancurkannya dalam duka terdalam
Lantas, pantaskah mata ini menangis...?
Pantaskah hati ini bersedih....?
Pantaskah bibir ini berucap maaf...?
Setelah jiwa yang hancur karena kepergianku
Dan kepergiannya tak akhiri semua derita
Namun wajah itu selalu bahagia di tengah kegalauan
Meski mentari dan bulan datang silih berganti
Senyum tetaplah senyum, tawa akan selalu menjadi tawa
Ketulusan itu tiada kan ku lupa
Walau air mata tak mampu merengkuhnya kembali
Karena kenangan akan selalu abadi
by : Sri Kinanty Rahayu
Post a Comment